Kamis, 20 Maret 2014

Makalah Fiqh Ibadah


BAB I
PENDAHULUAN

Terkadang mungkin manusia pernah berfikir kenapa kiata harus beribadah ? Kenapaada ibadah yang dinamakan shalat, zakat, puasa, dan haji ?Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin akan terjawab jika kita mempelajari filsafatibadah. Karena filsafat itu sendiri adalah Teori atau analisis logis tentang prinsip-prinsipyang mendasari peraturan, pemikiran, pengetahuan, dan sifat alam semesta. SedangkanIbadah adalah Perbuatan yang dilakukan berdasarkan rasa bakti dan taat kepada Allah,untuk menjalankan perintahnya, serta menjauhi segala laranganNya. Sehingga dapatdiartikan bahwa filsafat ibadah adalah teori atau analisis logis tentang prinsip-prinsip yangmendasari perbuatan yang dilakukan berdasarkan rasa bakti dan taat kepada Allah. Jadisemua ibadah yang kita lakukan kepada Allah itu tidak hanya sembarang dilakukan,tetapi sudah ada prinsip-prinsip yang mendasarinya.Dalam makalah ini filsafat ibadah yang akan dibahas antaralain filsafat shalat,filsafat zakat, filsafat puasa, dan filsafat haji













BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Ibadah
Menurut bahasa, kata ibadah berarti patuh (al-tha’ah), dan tunduk (al-khudlu).Ubudiyah artinya tunduk dan merendahkan diri .Menurut al-Azhari, kata ibadah tidak dapat disebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.[1]
Ini sesuai dengan pengertian yang di kemukakan oleh al-syawkani, bahwa ibadah itu adalah kepatuhan dan perendahan diri yang paling maksimal.
Secara etimologis diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid, berarti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, harta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.
Manusia adalah hamba Allah “Ibaadullaah” jiwa raga hanya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk  ibadah atau menghamba kepada-Nya:
$tBuràMø)n=yz£`Ågø:$#}§RM}$#uržwÎ)Èbrßç7÷èuÏ9ÇÎÏÈ
“Dan Aku tidak diciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”  (al-Zariyat/51:56)

Menurut istilah syara’ pengertian ibadah dijelaskan oleh para ulama sebagai berikut:
Menurut Ibnu Taimiyah dalam kitabnya al-ubudiyah, memberikan penjelasan yang cukup luas tentang pengertian ibadah.Pada dasarnya ibadah berarti merendahkan diri (al-dzull).Akan tetapi, ibadah yang diperintahkan agama bukan sekedar taat atau perendahan diri kepada Allah.Ibadah itu adalah gabungan dari pengertian ghayah al-zull dan ghayah         al-mahabbah.Patuh kepada seseorang tetapi tidak mencintainya, atau cinta tanpa kepatuhan itu bukan ibadah.Jadi, cinta atau patuh saja belum cukup disebut ibadah. Seseorang belum dapat dikatakan beribadah kepada Allah kecuali apabila ia mencintai Allah, lebih dari cintanya kepada apapun dan memuliakan-Nya lebih dari segala lainnya.
Menurut uraiannya, Ibn Taimiyah sangat menekankan bahwacinta merupakan unsur yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari pengertian ibadah.Menurutnya, agama yang benar adalah mewujudkan ubudiyah kepada Allah dari segala seginya, yakni mewujudkan cinta kepada-Nya.Semakin benar ubudiyah seseorang, semakin besarlah cintanya kepada Allah.
Dari beberapa keterangan yang dikutipnya, Yusuf al-Qardawi menyimpulkan bahwa ibadah yang disyari’atkan oleh Islam itu harus memenuhi dua unsur:
1.      Mengikat diri (iltizam) dengan syari’at Allah yang diserukan oleh pararasul-Nya, meliputi perintah , larangan, penghalalan, dan pengharaman sebagai perwujudan ketaatan kepada Allah.
2.      Ketaatan itu harus tumbuh dari kecintaan hati kepada Allah, karena sesungguhnya Dialah yang paling berhak untuk dicintai sehubungan dengan nikmat yang diberikan.
Dalam pengertian yang luas ibadah meliputi segala yang dicintai Allah dandiridhai-Nya, perkataan dan perbuatan lahir dan batin. Termasukdi dalamnya shalat, puasa, zakat, haji, berkata benar dll.Jadi meliputi yang fardhu, dan tathawwu’, muammalah bahkan akhlak karimah serta fadhilah insaniyah.Bahkan lebih lanjut, Ibnu Taimiyah menyatakan bahwa seluruh agama itu termasuk ibadah.

B.     Hakikat dan Tujuan Ibadah
      Hakikat ibadah menurut Imam Ibnu Taimiyah adalah sebuah terminologi integral yang mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik berupa perbuatan maupun ucapan yang tampak maupun yang tersembunyi.
Dari definisi tersebut kita memahami bahwa cakupan ibadah sangat luas.Ibadah mencakup semua sektor kehidupan manusia. Dari sini kita harus memahami bahwa setiap aktivitas kita di dunia ini tidak boleh terlepas dari pemahaman kita akan balasan Allah kelak. Sebab sekecil apapun aktivitas itu akan berimplikasi terhadap kehidupan akhirat.[2]Allah SWT menjelaskan hal ini dalam firman-Nya.
`yJsùö@yJ÷ètƒtA$s)÷WÏB>o§sŒ#\øyz¼çnttƒÇÐÈ`tBurö@yJ÷ètƒtA$s)÷WÏB;o§sŒ#vx©¼çnttƒÇÑÈ
“Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarrah pun niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar zarrah pun, dia akan melihat (balasan)nya pula.”(QS Az-Zalzalah 99: 7-8)
Pada suatu risalah, Al-Ghazali menyatakan bahwa hakikat ibadah adalah mengikuti Nabi Muhammad Saw. Pada semua perintah dan larangannya.Sesuatu yang bentuknya seperti ibadah, tapi diperbuat tanpa perintah, tidaklah dapat disebut sebagai ibadah.Shalat dan puasa sekalipun hanya menjadi ibadah bila dilaksanakan sesuai dengan petunjuk syara’. Melakukan shalat pada waktu-waktu terlarang atau berpuasa pada pada hari raya, sama sekali tidak menjadi ibadah, bahkan merupakan pelanggaran dan pembawa dosa. Jadi, jelaslah bahwa ibadah yang hakiki itu adalah menjujung perintah, bukan semata-mata melakukan shalat dan puasa, sebab shalat dan puasa itu akan menjadi ibadah bila sesuai dengan yang diperintahkan.
Akan tetapi, sesungguhnya ibadah dengan pengertian yang hakiki itu merupakan tujuan dari dirinya sendiri. Dengan melakukan ibadah, manusia akan selalu tahu dan sadar bahwa betapa lemah dan hinanya mereka bila berhadapan dengan kekuasaan Allah, sehingga ia menyadari benar-benar kedudukannya sebagai hamba Allah. Jika hal ini    benar-benar telah dihayati, maka banyak manfaat yang akan diperolehnya. Misalnya saja surga yang dijanjikan, tidak akan luput sebab Allah tidak akan menyalahi janjinya. Jadi, tujuan yang hakiki dari ibadah adalah menghadapkan diri kepada Allah SWT dan menunggalkan-Nya sebagai tumpuan harapan dalam segala hal.
Kesadaran akan keagungan Allah akan menimbulkan kesadaran betapa hina dan rendahnya semua makhluk-Nya. Orang yang melakukan ibadah akan merasa akan terbebas dari beberapa ikatan atau kungkungan makhluk. Semakin besar ketergantungan dan harapan seseorang kepada Allah, semakin terbebaslah dirinya dari yang selain-Nya. Harta, pangkat, kekuasaan dan sebagainya tidak akan mempengaruhi kepribadiannya. Hatinya akan menjadi merdeka kecuali dari Allah dalam arti sesungguhnya. Kemerdekaan sesungguhnya adalah kemerdekaan hati.

C.    FALSAFAT SHALAT
Shalat secara etimologi berarti do’a, sedangkan menurut Terminologi agama Sholat adalah “Ucapan dan perbuatan dalam bentuk tertentu yang dimulai dengan takbir dan d akhiri dengan salam” Sholat adalah merupakan refleksi dari keimanan seorang hamba kepada Tuhannya, oleh karena itu tidak akan ada gunanya iman kalau tidak dibuktikan amalan nyata, Ketundukan dan kepatuhan digambarkan di dalam amalan sholat, diawali dengan takbiratul ihram yang berarti pengakuan dari seorang hamba akan kebesaran Allah swt disatu sisi dan pengakuan seorang hamba akan kelemahannya dan ketikberdayaannya di sisi yang lain. Shalat merupakan tiang agama serta kewajiban pokok yang diletakkan Tuhan di atas pundak hamba-hamba-Nya, karena:
1.      Dari sisi kebesaran Tuhan, salat merupakan konsekuensi dai keyakinan-keyakinan tentang sifat-sifat Allah yang menguasai alam raa ini, termasuk manusia serta yang kepada-Nya bergantung segala sesuatu.
2.      Dari sisi manusia, ia adalah makhluk yang memiliki naluri cemas, mengharap sehingga ia membutuhkan sandaran dan pegangan dalam hidupnya.
Firman Allah SWT
x$­ƒÎ)ßç7÷ètRy$­ƒÎ)urÚúüÏètGó¡nSÇÎÈ
Artinya: “Hanya Engkaulah yang kami sembah , dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan ” (QS. Al-Fatihah; 5)
$ygƒr'¯»tƒz`ƒÏ%©!$#(#qãZtB#uä(#qãYÏètGó$#ÎŽö9¢Á9$$Î/Ío4qn=¢Á9$#ur4¨bÎ)©!$#yìtBtûïÎŽÉ9»¢Á9$#ÇÊÎÌÈ
Artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu” (QS. Al Baqarah: 153)

Ø  Hikmah dan rahasia sholat adalah:
1.      Mengigat Allah dan menghidupkan rasa takut dan tunduk kepadanya , dan menumbuhkan dalam jiwa rasa kebesaran dan kekuasaan-Nya.Hal ini dimungkinkan karena dalam shalat terdapat bermacam-macambacaan. Apabila arti bacaan difahami dan maksud-maksudnya diperhatikan, maka hal inidapat menyuburkan asas tauhid yang ada dalam jiwa. Oleh karena itu shalatmerupakan suatu tali penghubung antara manusia denganTuhannya.Allah berfirman dalam surat Thaha/20:14:Dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku
2.      Menyucikan roh dan menjauhkan dari perbuatan jahat
Dalam shalat terdapat dialog antara manusia dengan Tuhan dan dalam dialog itukedua pihak saling berhadapan. Dalam shalat seseorang memuja Tuhan,menyerahkan diri kepada-Nya, memohon supaya dilindungi dari godaan setan,memohon diberi ampunan dan dibersihkan dari dosa, dan memohon supaya diberi petunjuk ke jalan yang benar, serta dijauhkan dari kesesatan
3.      Mendidik dan melatih manusia menjadi orang yang tenang.
Dalammenghadapi segala penderitaan dan menghilangkan sifat kikirOrang yang benar-benar mendirikan shalat, akan selalu terdorong untuk mengerjakan kewajiban dan mendapat keteguhan pendirian, karena ia selalu ingatAllah. Oleh karena itu memungkinkan dirinya menjadi orang yang sabar dandermawan.Allah berfirman dalam surah al-Ma’aarij (70):22Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila iaditimpa kesusahan ia berkeluh kesah. Dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat
4.      Menghapus dosa
Diriwayatkan oleh Muslim dari Utsman Ibnu Affan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:Tidak ada seorang muslim yang datang kepadanya waktu shalat fardhu,kemudian ia membaguskan wudlu’nya, khusyu’nya, dan ruku’nya melainkan hal itu menjadi penghapus dosa-dosanya yang telah lalu selama dia tidak mengerjakan dosa besar dan demikianlah keadaan sepanjang masa.
5.      Mendidik disiplin
Shalat adalah ibadah yang sudah ditentukan waktunya. Allah berfirman dalamsurah An-Nisa’(4):103:Sesungguhnya shalat itu adalah fardlu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Dengan adanya ketentuan ini maka seseorang yang mengerjakan shalat harusmengusahakan supaya shalatnya datang tepat pada waktunya. Oleh karena ituseandainya seseorang sedang melakukan sesuatu hal dan waktu shalat sudahhampir habis sedang dia belum shalat, maka ia harus berhenti sebentar danmelakukan shalat dahulu. Kalau kebiasaan ini dilakukan terus-menerus, dengansendirinya seseorang dapat terdidik berdisiplin waktu
6.      Mendidik kebersihan
Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:Allah tidak menerima shalat dengan tidak bersuci lebih dahulu.
Berdasarkan hadis tersebut, maka setiap orang yang hendak shalat harusterlebih dahulu membersihkan dirinya, pakaiannya, dan tempatnya. Hal ini berartimembiasakan seseorang untuk selalu menjaga kebersihan

D.    FALSAFAT ZAKAT
Zakat menurut bahasa berarti suci atau subur. Sedangkan zakat menurutistilah berarti mengeluarkan sebagian harta untuk diberikan kepada mereka yang berhak, menurut aturan yang telah ditentukan Al-Qur’an dan Sunnah Rasul.
Adapun Harta yang dinafkahkan dinamai zakat adalah karena:
1.      Menyucikan Diri Dari DosaRasulullah SAW bersabda:
Shadaqah itu menghapuskan dosa sebagaimana air memadamkan api
2.      Menyucikan diri dari kekikiran dan cinta harta yang berlebihan
Allah berforman dalam surat at-Taubah ( 9 ) : 103 Ambilah shadaqah dari sebagian harta mereka, dengan shadaqahitu kamu membersihkan(dari kekikiran dan cinta berlebih-lebihanterhadap harta benda) dan menyucikan mereka (menyuburkan sifat-sifat kebaikan dalam hati mereka dan memprkembangkan harta benda mereka)
3.      Menyucikan budi pekerti masyarakat dari sifat dengki dan dendam.
Pada umumnya para fakir miskin mengetahui bahwa setiap orangkaya diwajibkan mengeluarkan zakat, dengan demikian mereka merasamempunyai hak pada harta orang kaya. Oleh karena itu, kalau orang kayatidak mengeluarkan zakat, mereka akan dengki dan dendam. Tetapisebaliknya, kalau oramg kaya mengeluarkan zakat, maka rasa dengki dandendam akan hilang, bahkan mereka mau menolong bila diperlukan
4.      Menyuburkan atau memperbanyak pahala
Allah berfirman dalam surah al-Baqarah ( 2 ) : 261 Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan 7 bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allahmelipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki dan AllahMaha Luas ( karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui
Salah satu keunikan Islam adalah kelengkapannya sebagai agama (al-din). Islam tidak hanya sebuah agama yang mangajar bagaimana manusia berhubungan dengan Tuhan saja (ibadah), tetapi juga mengatur hubungan sesama manusia (mu’amalah). Kelima Rukun Islam mencerminkan hubungan vertikal dan horizontal. Aturan-aturan Islam tidak bersifat normative, yang berisi semata-mata ajakan moral, tetapi lebih dari itu, ia bermaksud diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Zakat adalah satu contoh betapa Islam mengatur urusan rakyat banyak (public matters). Tidak sama seperti ibadah mahdhah (shalat dan haji).
Seseorang yang telah memenuhi syarat dituntut untuk melaksanakannya, bahkan negara perlu campur tangan jika ada orang-orang yang enggan melaksanakannya, seperti Abu Bakar Shiddiq, Khalifah Islam pertama, pernah marah ketika sebagian kaum Muslimin di masa awal pemerintahannya enggan membayar zakat dengan alasan Rasulullah saw telah wafat sehingga kewajiban zakat menjadi gugur. Tidak tanggung-tanggung, Ia lalu mengutus Khalid bin Walid menundukkan beberapa qabilah Arab yang murtad dan enggan membayar zakat. Lalu kemudian mengorganisir pengumpulan dan distribusi zakat.
Paling tidak ada 3 alasan yang dapat dikemukakan untuk menggambarkan landasan filosofis dan kewajiban zakat:
a.       Istikhlaf (Penugasan sebagai khlaifah) Telah dijelaskan di awal, bahwa Allah lah pemilik seluruh isi dunia ini, secara otomatis Allah juga lah penguasa harta-harta manusia. Manusia hanya di berikan amanah untuk menjaga dan mengelolanya. Dengan demikian konskuensinya manusia harus memenuhi perintah-perintah Allah dalam hal ini kewajiban zakat.
b.      Solidaritas Sosial dan persaudaraan Manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan manusia lain. Dan Zakat adalah alat yang sempurna untuk menterjemahkan prinsip Islam tentang persaudaraan dan rasa kemanusiaan kedalam kehidupan yang nyata. Allah dengan sangat jelas menginginkan agar zakat ditujukan sebagai suatu bentuk ‘kontribusi’ oleh setiap Muslim, lelaki dan perempuan, terhadap kemajuan dan kesejahteraan suatu negara Islam.
tbqãZÏB÷sßJø9$#uràM»oYÏB÷sßJø9$#uröNßgàÒ÷èt/âä!$uŠÏ9÷rr&<Ù÷èt/4šcrâßDù'tƒÅ$rã÷èyJø9$$Î/tböqyg÷ZtƒurÇ`tã̍s3ZßJø9$#šcqßJŠÉ)ãƒurno4qn=¢Á9$#šcqè?÷sãƒurno4qx.¨9$#šcqãèŠÏÜãƒur©!$#ÿ¼ã&s!qßuur4y7Í´¯»s9'ré&ãNßgçHxq÷Žzyª!$#3¨bÎ)©!$#îƒÍtãÒOŠÅ3ymÇÐÊÈ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah menjadi ‘penolong’ bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan mereka ta’at kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah, sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (At-Taubah: 71).

E.     FALSAFAT PUASA

$ygƒr'¯»tƒtûïÏ%©!$#(#qãZtB#uä|=ÏGä.ãNà6øn=tæãP$uÅ_Á9$#$yJx.|=ÏGä.n?tãšúïÏ%©!$#`ÏBöNà6Î=ö7s%öNä3ª=yès9tbqà)­Gs?ÇÊÑÌÈ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa,” (QS. Al Baqarah ; 183)
Puasa (Shaum) dari segi bahasa berarti menahan diri. Sedangkan menurut terminologi agama adalah menahan diri dari segala apa yang membatalkannya seperti makan, minum, hubungan badan dan lain-lain sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari karena Allah.
Aspek-Aspek Puasa:
a.       aspek Kejiwaan Seseorang yang berpuasa, senantiasa akan menahan keinginan bahkan amarahnya, sehingga orang yang berpuasa akan senantiasa menyandarkan dirinya dalam kesabaran. Seseorang yang berpuasa dengan penuh kesabaran menanti saat berbuka bahkan lebih jauh bersabar dalam menghadapi ganggunan dan caci maki yang ungkin ditujukan kepadanya. Kesabran ini akibat dorongan ketaatan kepada Allah yang memerintahkannya berlaku demikian.
b.      Aspek Sosial Aspek sosial dari berpuasa nampak dengan jelas dengan diwajibkannya puasa secara serentak bagi umat islam di sluruh dunia yakni pada satu bulan Ramadhan sehingga mereka hidup dalam suatu suasana yang sama dan dalam hal ini mengantar pada keatuan arah dan rasa sama pula.
c.       Aspek Kesehatan Puasa secara umum membatasi aktifitas pencemaran akibat pembatasan waktu kadar makanan yang dimakan. Dan hal ini membawa dampak positif bagi kesehatan tubuh manusia, sehingga puasa dapat menjadi terapi bagi sekian banyak penyakit, bahkan merupakan faktor penyembuhan bagi penyakit-penyakit tertentu.
Allah swt memerintahkan: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa”. (QS. Al-Baqarah:183). Allah swt mengakhiri ayat tersebut dengan “agar kalian bertakwa”. Syekh Musthafa Shodiq al-Rafi’ie (w. 1356 H/1937 M) dalam bukunya wahy al-Qalam mentakwil kata “takwa” dengan ittiqa, yakni memproteksi diri dari segala bentuk nafsu kebinatangan yang menganggap perut besar sebagai agama, dan menjaga humanisme dan kodrati manusia dari perilaku layaknya binatang.
Dengan puasa, manusia dapat menghindari diri dari bentuk yang merugikan diri sendiri dan orang lain, sekarang atau nanti. Generasi kini atau esok. Dalam ibadah puasa, Islam memandang sama derajat manusia. Mereka yang memiliki dolar, atau yang mempunyai sedikit rupiah, atau orang yang tak memiliki sepeserpun, tetap merasakan hal yang sama: lapar dan haus. Jika sholat mampu menghapus citra arogansi individual manusia diwajibkan bagi insan muslim, haji dapat mengikis perbedaan status sosial dan derajat umat manusia diwajibkan bagi yang mampu, maka puasa adalah kefakiran total insan bertakwa yang bertujuan mengetuk sensitifitas manusia dengan metode amaliah (praktis), bahwasanya kehidupan yang benar berada di balik kehidupan itu sendiri.
Dan kehidupan itu mencapai suatu tahap paripurna manakala manusia memiliki kesamaan rasa, atau manusia “turut merasakan” bersama, bukan sebaliknya. Manusia mencapai derajat kesempurnaan (insan kamil) tatkala turut merasakan sensitifitas satu rasa sakit, bukan turut berebut melampiaskan segala macam hawa nafsu. Dari sini puasa memiliki multifungsi.
Setidaknya ada tiga fungsi puasa: tazhib, ta’dib dan tadrib. Puasa adalah sarana untuk mengarahkan (tahzib), membentuk karakteristik jiwa seseorang (ta’dib), serta medium latihan untuk berupaya menjadi manusia yang kamil dan paripurna (tadrib), yang pada esensinya bermuara pada tujuan akhir puasa: takwa. Takwa dalam pengertian yang lebih umum adalah melaksanakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala larangan-Nya. Takwa dan kesalehan sosial adalah dua wajah dari satu keping mata uang yang sama, mengintegral dan tak dapat dipisahkan. Ada sejenis kaidah jiwa, bahwasanya “cinta” timbul dari rasa sakit. Di sinilah letak rahasia besar sosial dari hikmah berpuasa.
F.     FALSAFAT HAJI
Ibadah haji tentulah bukan hanya sekadar lembaran sejarah yang harus diisi oleh kehidupan seorang muslim. Haji juga bukan sekadar sepetak lahan di Jazirah gersang bernama Hijaz, yang setiap tahun dibanjiri oleh ummat manusia. Haji bahkan bukan hanya sekadar rangkaian amal ibadah dengan tatacara ketat yang harus dijalani oleh seorang muslim. Lebih dari semua itu, ibadah haji adalah rahmat Ilahi yang diturunkan setiap tahun pada waktu-waktu tertentu. Jauh di sebalik berbagai tatacara ibadah haji yang indah itu, tersembunyi rahsia, idealisme, hikmah, dan kata-kata yang harus kita gali dan kaji.
Haji adalah lambang persatuan dan kesatuan umat. Ajaran ini tercermin sejak orang yang melaksanakan ibadah haji memasuki miqat. Di sini mereka harus berganti pakaian karena pakaian melambangkan pola, status, dan perbedaan-perbedaan tertentu. Pakaian menciptakan batas palsu yang tidak jarang menyebabkan perpecahan di antara manusia. Selanjutnya dari perpecahan itu timbul konsep “aku”, bukan “kami atau kita”, sehingga yang menonjol adalah kelompokku, kedudukanku, golonganku, sukuku, bangsaku, dan sebagainya yang mengakibatkan munculnya sikap individualisme. Penonjolan “keakuan” adalah perilaku orang musyrik yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Haji juga melambangkan egalitarianisme. Mulai dari miqat mereka mengenakan pakaian yang sama yaitu kain kafan pembungkus mayat, yang terdiri dari dua helei kain putih yang sederhana. Semua memakai pakaian seperti ini. Tidak ada bedanya antara yang kaya dan yang miskin, yang cukup makan dan yang kurang makan, yang dimuliakan dan yang dihinakan, yang bahagia dan yang sengsara, yang terhormat dan orang awam, yang berasal dari Barat dan yang berasal dari Timur. Mereka memakai pakaian yang sama, berangkat pada waktu dan tempat yang sama, dan akan bertemu pada waktu dan tempat yang sama pula. Mereka beraktifitas dengan aktivitas yang sama dan menggunakan kalimat yang sama. Ibadah haji dan kurban juga menunjukkan semangat ketundukan secara mutlak terhadap segala yang diperintahkan oleh Allah. Ibadah kurban juga mengajak ummat manusia di dunia agar selalu bersiap-siap untuk melakukan pembelaan terhadap agama dan ideologi. Surah Al-Haj ayat 37 juga mengisyaratkan kepada ummat Islam bahwa yang paling penting dari ibadah kurban adalah semangat untuk terus menempa diri hingga menjadi hamba yang bertakwa. Disebutkan dalam surat itu bahwa daging dan darah hewan sembelihan itu tidak akan sampai kepada Allah, karena memang Allah tidak membutuhkan semua itu, dan yang dinilai oleh Allah adalah ketakwaan kita.
Karena itu, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa tujuan yang harus dicapai oleh manusia dengan ibadah haji adalah pencapaian tahap demi tahap nilai ketakwaan, hingga mencapai derajat manusia sempurna. Keterpisahan dan hal-hal duniawi yang mengikat dan dari berbagai bentuk hawa nafsu adalah pelajaran terpenting yang harus diserap oleh siapa saja yang menjalankan ibadah haji ini.










BAB III
PENUTUP
Falsafat ibadat dan aspek-aspek yang dikemukakan dalam uraian ini dapat saja diterima, ditolak atau ditambah oleh pemkiran-pemikiran lainnnya.
Apapun penafsiran serta filsafat ibadat yang dikemukakan tidaklah dapat memberikan kepastian kebenaran, khususnya yang bersifat materila keduniaan. Karena itu, kami mengutip nasehat Mahmud Syaltut kepada kaum muslimin: “Hendaknya janganlah aspek-aspek material tersebut yang dijadikan pegangan dan dianggap sebagai tujuan akhir dari penentapan hukum-hukum syara’, hendaknya seseorang menempatkan ibadah dalam posisi yang melebihi tingkat material tersebut”.
Ada ataupun tidak adanya filsafat ibadah, seorang muslim harus senantiasa menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala bentuk yang dilarang oleh Nya dan tetap akan menyatakan:
z`tB#uäãAqߧ9$#!$yJÎ/tAÌRé&Ïmøs9Î)`ÏB¾ÏmÎn/§tbqãZÏB÷sßJø9$#ur4<@ä.z`tB#uä«!$$Î/¾ÏmÏFs3Í´¯»n=tBur¾ÏmÎ7çFä.ur¾Ï&Î#ßâurŸwä-ÌhxÿçRšú÷üt/7ymr&`ÏiB¾Ï&Î#ß4(#qä9$s%ur$uZ÷èÏJy$oY÷èsÛr&ur(y7tR#tøÿäî$oY­/ušøs9Î)ur玍ÅÁyJø9$#ÇËÑÎÈ
Artinya: Rasul telah beriman kepada Al Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya. (mereka mengatakan): "Kami tidak membeda-bedakan antara seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya", dan mereka mengatakan: "Kami dengar dan Kami taat." (mereka berdoa): "Ampunilah Kami Ya Tuhan Kami dan kepada Engkaulah tempat kembali."


DAFTAR PUSTAKA

Muhaimin, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2005, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Jakarta: Kencana.
Suryadi dan R. Nasrullah, 2008, Rahasia Ibadah Orang Sakit, Bandung: Madania Prima
Husnan, Djaelani, dkk. 2009. Islam Integral. Jakarta : UNJ
tafany.wordpress.com/2009/12/24/filsafat-ibadah/



[1]Muhaimin, Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, 2005, Kawasan dan Wawasan Studi Islam, Jakarta: Kencana.Hal. 278

[2]Suryadi dan R. Nasrullah, 2008, Rahasia Ibadah Orang Sakit, Bandung: Madania Prima. Hal.24

Tidak ada komentar:

Posting Komentar